
Setelah menunaikan salat subuh sekarang Andika langsung menuju sawah, tidak lagi menuju hotel untuk menjemput tamu yang hendak mendaki Kawah Ijen atau mengelilingi Taman Nasional Baluran. Andika bukanlah satu-satunya pemandu wisata di Banyuwangi yang harus kehilangan mata pencahariannya sejak virus Corona melanda dunia dan adanya penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Indonesia.
Alih Profesi dari Pemandu Wisata ke Sawah
Sudah hampir 2 bulan lamanya objek wisata di Banyuwangi ditutup yaitu sejak tanggal 16 Maret 2020. menurut sosok yang menjabat sebagai ketua himpunan pramuwisata Indonesia (HPI) Banyuwangi tersebut, sekarang ini ada ratusan pekerja sektor wisata di Banyuwangi yang menganggur, mulai dari sopir travel sampai dengan pemandu wisata.
Jika Andika dan juga beberapa rekan HPI lainnya menyibukkan diri dengan mengolah sawah dan ladang, yang mencari pendapatan di bidang bandar darat yang lainnya misalnya berdagang secara online sampai dengan menjual makanan, terutama menjual takjil menjelang berbuka puasa. dirinya masih sangat amat ingat terakhir kalinya mengantar turis yaitu pada tanggal 7 Maret 2020. Hari tersebut adalah bertepatan di mana pengumuman pasien pertama yang positif virus Corona di Banyuwangi.
Kemudian jadwal pelangsir tamu tersebut langsung ia sesuaikan karena dirinya dan juga rombongan wajib melakukan tes kesehatan seperti misalnya pengecekan suhu tubuh, setiap pagi demi melakukan tindakan pencegahan. Setelah itu, seluruh agenda wisata yang telah dipesan akhirnya harus dibatalkan, baik itu oleh wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara. pembatalan rombongan study tour dan juga outing kantor pun harus dibatalkan juga.
“Jika dikatakan rugi, kami tidak rugi. Tapi kami tidak bisa bekerja untuk mencari nafkah demi mencukupi kebutuhan sehari-hari,” lengkapnya dilansir dari CNN Indonesia.
Kartu pra kerja seakan-akan menjadi angin segar bagi pekerja lepas seperti pemandu wisata dan juga sopir travel seperti Andika. akan tetapi dirinya mengaku bahwa birokrasi untuk mengurusnya amat sangat rumit. “Kami sudah mendaftarkan diri untuk mendapatkan kartu pra kerja, baik yang dibantu oleh DPP HPI Pusat, DPP HPI Jatim, maupun oleh Disbudpar Kabupaten Banyuwangi, serta ada rekan-rekan yang mendaftar secara mandiri. Namun beberapa dari kami masih belum mendapatkannya jadi masih belum ikut pelatihan nya,” katanya lagi.
Kembali ke Sawah Jadi Pilihan Terakhir
Andika kemudian bersama dengan kedua kawannya yaitu Kisma dan Nidom saat ini berfokus Untuk menggarap sawah. dirinya beralasan Hal tersebut dilakukan untuk mengusir stres lama korona. Tas dengan tas dengan logo “Wonderful Indonesia”- logo yang menjadi promosi wisata Kemenparekraf yang mana biasanya di bawahnya ketika dirinya memandu turis saat ini bersanding dengan cangkul.
Topi dengan logo “Pesona Indonesia” pun juga digunakannya ketika sendirinya turun ke sawah. gubuk beratap jerami saat ini menjadi tempat mereka bersenda gurau demi mendapatkan secercah masa depan di tengah pandemi Corona ini, bukan lagi di parkiran mobil objek wisata ataupun lobby hotel tempat di mana mereka biasanya menunggu turis yang sedang berkeliling untuk berwisata di Banyuwangi. Setiap hari mereka asyik menggarap lahan yang ditanami mereka dengan jahe, buncis, sawi dan juga mentimun. kemudian hasil panennya dijual ke distributor yang ada di Banyuwangi. “Selama berada di sawah kami tidak memikirkan pandemic Corona. asik saja mencangkul, menanam, dan memetik. Hasilnya memang tak seberapa dibandingkan jadi pemandu wisata, tapi kami jadi tidak stres,” ungkapnya.